RSS

Arsip Bulanan: April 2013

UN (UJIAN NORAK) ; UJIAN NASIONAL TAPI TAK NASIONAL (SERENTAK)

unWaduhhh…. Tragedi kelam terjadi lagi dalam dunia pendidikan kita, bagaimana tidak ujian nasional yang sudah menjadi proyek tahunan tercemar dengan pelaksanaan yang amburadul (Norak). Katanya UJIAN NASIONAL, tapi pelaksanaannya TAK NASIONAL. *pakatesta

Melalui kejadian ini seharusnya sudah selayaknya UN di evaluasi kembali apakah cocok dan masih relevan untuk dilaksanakan? Mengingat sebenarnya Mahkamah Agung sudah melarang pelaksanaan UN sejak tahun 2008 tapi anehnya UJIAN NORAK ini masih terus dipertahankan. Ckckckckckkckckck #Aneh

UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Hasil UN ini “katanya” digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, serta sebagai penentuan kelulusan siswa. Tapi, Apakah pada kenyataanya pemerataan pendidikan telah terjadi dalam 1 dekade pelaksanaan UN ini???? Mari kita renungkan kembali.

Selain itu dari segi kualitas SOAL, SOAL UN sangatlah rendah bahkan “JELEK”. Karena hanya berada pada level bawah dan tidak terkait dengan kehidupan nyata (kontekstual). Hal ini didasarkan juga pada hasil penelitian Putera Sampoerna Fondation (Yunengsih,Widiatmika & Candrasari, 2008) yang menyatakan bahwa penyebaran soal UN masih berada pada level aspek kognitif memorize, perform procedure, dan demonstrate understanding. Sedangkan untuk dua aspek lainnya yaitu conjecture/generalize/prove serta solve non-routine problems sama sekali tidak tersentuh oleh soal UN untuk mata pelajaran matematika. Padahal dua aspek ini menempati tingkatan tertinggi dalam aspek kognitif dan menjadi kompetensi yang harus dicapai siswa abad 21 yang telah ditetapkan oleh NCTM (National Council of Teachers of Mathematics).

Pelaksanaan UN juga menjadikan bergesernya tujuan pembelajaran disekolah. Siswa merasa kesekolah bukan untuk pintar tapi untuk lulus UN. Gurupun mengajarkan materi pembelajaran yang hanya sebatas agar siswa dapat menjawab soal-soal UN. Bukan mengajarkan konsep yang membantu mereka menjawab tantangan kehidupan nyata dan global. Belum lagi kalau kita berbicara praktek kecurangan dimana SISWA, GURU, KEPALA SEKOLAH, KADIS, PENDIDIKAN, BUPATI/WALIKOTA, mengHALALkan cara-cara NORAK supaya tingkat kelulusan menjadi tinggi atau bahkan 100% persen demi PRESTISE belaka. Ckckckckckckckc. Dimana pendidikan KARAKTER yang selama ini didengung-dengungkan?? Kalau akhirnya dirusakkan oleh praktek ketidakjujuran saat pelaksanaan UN.

Jikalau UN dijadikan alat evaluasi atau assessment penilaian kualitas pendidikan dan pemerataan pendidikan menurut saya hal ini sangatlah tidak relevan. Perlu dipikirkan metode lain untuk melakukan hal ini. Saya lebih cenderung dan sejalan dengan proses penilaian yang dilakukan OECD yakni Program for International Student Assessment (PISA) yang berorientasi pada konten, kompetensi, dan konteks yang terkait dengan kehidupan nyata.

Perlu diketahui bahwa pencapaian hasil belajar siswa-siswa Indonesia dalam PISA sangatlah mengecewakan. Pada keikutsertaan yang pertama kali di tahun 2000, Indonesia hanya berada pada peringkat ke-39 dari 43 negara peserta (OECD, 2003). Pada tahun 2003, peringkat Indonesia ada pada posisi 38 dari 41 negara peserta (OECD, 2004). Sedangkan pada PISA tahun 2006, Indonesia hanya mampu menduduki peringkat 50 dari 57 negara peserta (OECD, 2007). Hasil terbaru yakni PISA tahun 2009 Indonesia berada pada peringkat 61 dari 65 negara peserta (OECD, 2010). Bisa jadi UN adalah salah satu penyebab kegagalan ini.

Mari buka mata, buka hati, dan pikiran kita. Ke”GALAU’an ini harus segera kita tinggalkan.

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada April 18, 2013 inci Pendidikan

 

Tag: ,